Lesehan Sastra #2 Komunitas Pena ( KOMA )
Jum’at,
13 Mei 2011. Rutinitas bulanan Lesehan Satra #2 kembali dilaksanakan, bertempat
di ruang kelas MAWH. Lebih meriah Dari Lesehan Sastra #1 karena pesertanya
bertambah banyak. Acara ini dihadiri oleh santri Bahrul ulum dan beberapa
komunitas di Jombang, antara lain: Komunitas Alif Mojoagung, Teater Mbureng
Tebuireng, Sanggar Sinau Lentera, Bahtera STIKIP dll. Beberapa penulis Jombang
juga ikut memeriahkan acara ( Sabrang Suparno, Purwanto, Zeus Anggara, Hadi,
Siti Sa’adah dll).
Lesehan Sastra #2 Menyugguhkan menu:
Bedah
cerpen:
- Kuwen karya
Siti Sa’adah.
- I
am (Not) women karya Esti Vita N.
Bedah
Puisi:
- Tobat
yang tertolak karya Fikri Juhdi.
- Apa
yang kau inginkan? Atau aku harus bagaimana? Karya Rifa Ar-Rifa’i.
- Harapanku Karya
Miftahu Rosidah.
- Keresahan
di lantai 3 karya Atika F.
- Cinta
dalam lokasi karya Doxy el-phiend.
Diawali
dari bedah puisi, seluruh puisi yang dibedah dideklamasikan oleh penulisnya.
Satu persatu penulis memperagakan ciri khas masing-masing: duduk, berdiri,
bejalan, meronta. Selanjutnya, penulis memaparkan isi yang terkandung. Seluruh
puisi mendapat sambutan yang serius dari para peserta, masukan, pertanyaan silih
berganti diajukan oleh para peserta. Bahkan, Hadi (wongwingking)
mendeklamasikan ulang salah satu puisi dengan gaya khasnya.
Beralih
kebedah cerpen. Tak beda jauh dengan bedah puisi, awalnya cerpen dibacakan
kedua penulis. Sa’adah dengan gaya mondar-mandir dan suara lantang, vita dengan
terdiam di tempat dan cengengesannya.
Cerpen
Kuwen: perpijak pada sabda Rosul “Surga di telapak kaki ibu”, kemudian menjadi
inspirasi penulis untuk menyusun cerpen yang berjudul Kuwen. Cerpen ini
menggambarkan sosok seseorang yang mendapatkan surga hanya karena kebiasaannya
membersihkan kuwen ibunya yang teramat bau dan bernanah. Cerpen Sa’adah ini
dimuat di Surabaya Pos.
I
am (not) women: menggambarkan sebuah pembrontakan tehadap budaya yang
menganggap perempuan membuat hidup sengsara. Konflik yang dibangun dalam cerpen
ini, penulis membuat tokoh yang menentang keyakinan tersebut. penulis juga
banyak menyelipkan kaidah-kaidah feminisme di dalamnya.
Kemudian,
proses bedahnya dimulai ditandai dengan pertanyaan pertama yang disugguhkan
oleh peserta selanjutnya gempuran pertanyaan menghujani kedua penulis.
Sabrang Suparno berkomentar: ” Sa’adah berhasil membuat cerita versi baru atas
statemen yang tak asing lagi ‘surga di telepak kaki ibu’ dengan polesan lain
yang membuat cerita itu menjadi asing dan menarik. Vita juga tak kalah pandai
atas cerpennya hanya saja harus lebih pandai lagi mengobrak-abrik kata di
setiap kalimatnya.”
Kemudian ada kejutan di akhir acara, sedulur-sedulur dari teater mbureng
membagikan antologi puisi yang berjudul Pesona Tuhan secara
geratis. Komunitas Pena memberikan waktu untuk membedah antologi
tersebut. Zeus Anggara antusias sekali menyambutnya ia takjub dengan antologi
yang disusun oleh sedulur-sedulur mbureng, bahkan zeus juga
tertarik dengan dua puisi yang ada dalam antologi pesona Tuhan (Usai
karya Vicki ardina dan Peredup karya Yanis Kurniawan). (Mangun Kuncoro)
Suka · · Bagikan
0 komentar:
Posting Komentar