Serupa tapi tak sama. Demikianlah kiranya ungkapan yang cocok untuk
menyebut kata ‘KOMA’, sebuah komunitas sastra yang bermarkas di kawasan sekitar
pondok Tambakberas Jombang. Serupa dengan yang disandang Teater Koma, teater berskala
nasional yang dipandegani R. Riantiarno. Tak sama artinya, meski bernama Koma
(,) tanda baca yang difilosofikan sebagai kegiatan yang tak pernah usai dalam
berkarya, ajeg dan terus berproses dan tak menemukan titik henti. Sebuah nama
tersendiri yang diikhtiyarkan oleh pelakunya dan tidak bersinggungan dengan
Teater Koma-nya R. Riantiarno di Jakarta.
Komunitas yang dikenal dengan sebutan Koma Tambakberas ini didirikan 14 Februari
2007, 85% pesertanya didominasi para santriwan dan santriwati seumuran SMA,
sedang selebihnya diikuti mahasiswa yang juga berstatus santri pondok
Tambakberas.
Apa yang membuat Koma Tambakberas tersebut patut diperhitungkan dalam
kancah kesusastraan sejajar dengan komunitas lain di Jombang? Jawabnya adalah
keajegan, rutinitas agenda yang berjalan hingga 4 tahun sekarang. Jarang
komunitas sastra di Jombang yang bertahan hingga 4 tahun, komunitas yang pernah
bercokol rata-rata hanya seumur jagung, mudah mengawali, tidak jelas kapan mengakhiri,
lalu hilang tanpa bekas.
Selama perjalanannya, Koma Tambakberas mengagendakan beberapa kegiatan:
Lesehan Sastra (tiap 3 minggu sekali yang jatuh pada hari Jum’at), Malam Pituan
(diskusi khusus santri laki-laki tiap malam tanggal 6 tiap bulan) dan Tadarus
Sastra (setahun sekali tiap liburan sekolah), dengan catatan, agenda Lesehan
Sastra dan Malam Pituan terekam dalam agenda Tadarus Sastra yang ditambahi
dengan program lain yang terkait.
Untuk Lesehan Sastra Koma Tambakberas mengonsep tema Privatan Sastra,
yakni seluruh anggota memilih jenis kepenulisan yang dicenderunginya antara
cerpen, esai dan puisi. Yang sudah terkelompok dalam esai akan dibina khusus
oleh esais. Begitu juga yang terkelompok mendalami cerpen, Koma mendatangkan
khusus pembina cerpenis.
Pada agenda Tadarus Sastra tahun 2012 ini merupakan lanjutan agenda tahun
sebelumnya, di mana pada tahun 2010 Koma membedah buku Antologi Penyair Kutub Jogyakarta. Sedang pada tahun 2011 jatuh
pada 22 Juni membedah buku Indonesia
Tanpa Muhammadiyah dan NU (dialog imajiner) karya Teguh Winarso-Harianto
Jogyakarta dengan pembedah Gus Kholik (dari pihak intern pondok) dan Sabrank
Suparno (penulis Jombang).
Meski belum menembus media nasional, namun Koma Tambakberas sudah
menghasilkan beberapa penulis yang karyanya dimuat media lokal. Sebut saja di
antaranya Andy Mangun Kuncoro, Esty Vitaningtiyas, Atiqotul Maula, Dian DJ dll,
karyanya pernah menghuni rubrik Curhat Radar Mojokerto Jombang, Majalah
Tebuireng, Majalah Jerambah dan bulletin intern Koma.
*) M. Fahmi, Penggiat KOMA Bahrul ‘Ulum
Tambakberas Jombang.
0 komentar:
Posting Komentar